ESDM Uji Etanol 10, Apakah Merusak Mesin Kendaraan?

Kementerian ESDM Akan Uji Coba BBM Berbasis Etanol di Indonesia

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan bekerja sama dengan industri otomotif untuk menguji kecocokan penerapan bahan bakar minyak (BBM) yang mengandung etanol sebesar 10 persen di Indonesia. Pengujian ini dilakukan karena kondisi iklim tropis negara ini bisa memengaruhi kinerja mesin dan komponen-komponen lainnya.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa pengujian akan mencakup berbagai aspek. Termasuk dalam hal itu adalah analisis statistik terkait jenis mesin, sifat korosif dari etanol, frekuensi pergantian filter, serta dampak terhadap komponen seperti karet. Proses ini akan mirip dengan uji biodiesel yang telah dilakukan sebelumnya.

“Jadi pengujiannya menyeluruh, statistiknya mesin-mesin seperti apa, korosif atau nggak, filternya diganti berapa, atau karetnya seperti apa. Ini nanti akan persis seperti (uji) biodiesel,” kata Eniya.

Selain itu, pengujian juga akan mempertimbangkan kekhawatiran masyarakat tentang etanol. Etanol dinilai tidak cocok untuk iklim tropis dan memiliki sifat korosif ketika bersinggungan dengan material tertentu seperti karet. Pemerintah berencana untuk menerapkan etanol pada 2–3 tahun ke depan, sehingga memberi waktu bagi pemerintah untuk melakukan pemutakhiran.

“Dua-tiga tahun ke depan, sekitar 2028,” kata Eniya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penerapan bioetanol saat ini belum menjadi bagian dari mandatori. Bioetanol yang dijual oleh Pertamina dalam bentuk Pertamax Green juga merupakan bagian dari uji pasar, sehingga masyarakat masih memiliki opsi untuk membeli BBM yang lain.

“Nanti bioetanol kami mandatorikan ke wilayah non-PSO dulu, seperti sekarang uji pasar yang 5 persen kan sudah berjalan,” kata dia.

Rencana Implementasi E10 dan Roadmap Kementerian ESDM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa pihaknya sedang menyusun peta jalan atau roadmap pengimplementasian E10, yaitu bahan bakar minyak yang mengandung etanol sebesar 10 persen.

Rencana pengembangan E10 berasal dari keberhasilan pemerintah dalam mengimplementasikan biodiesel. Awalnya, biodiesel hanya berupa B10, yaitu campuran 10 persen minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) dengan 90 persen solar untuk bahan bakar diesel. Kebijakan biodiesel tersebut berkembang hingga B40, dan untuk tahun 2026, pemerintah menargetkan pengimplementasian B50.

Menurut Menteri ESDM, implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong. Langkah ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto terkait pembangunan industri etanol.

Exit mobile version