Garap Pelangi di Mars, Sutradara Terbatas Teknologi

Diposting pada

Hambatan dalam Pembuatan Film “Pelangi di Mars”

Sutradara film fiksi ilmiah “Pelangi di Mars” yang dikerjakan oleh Mahakarya Pictures mengungkapkan berbagai tantangan dalam proses pembuatannya. Ide awal film ini sudah ada sejak 2020, tetapi proses produksi membutuhkan penggabungan teknologi Extended Reality (XR) dengan Unreal Engine. Upie Guava, sutradara film tersebut, menjelaskan bahwa Indonesia masih kesulitan dalam menyediakan teknologi yang mumpuni untuk mendukung proyek film yang kompleks ini.

Upie mengatakan bahwa teknologi yang dibutuhkan sangat mahal dan rumit. Ia menegaskan tidak ingin membuat film hanya sekadar tampilan sederhana. Di Amerika Serikat, film seperti “Star Wars” dan “The Mandalorian” telah menggunakan teknologi serupa. Karena itu, Upie meminta waktu kepada produser untuk mencari solusi yang tepat agar proses kreatif bisa berjalan dengan baik.

Setelah membangun studio sendiri, proses produksi film “Pelangi di Mars” memakan waktu sekitar dua tahun. Selama masa penelitian dan pengembangan, tim juga melakukan pelatihan melalui proyek klien. Pada awal 2024, setelah yakin mampu mengerjakan proyek ini, film kembali diproduksi di studio. Proses syuting terbagi menjadi dua sesi: animasi dan live action. Animasi dilakukan dengan motion capture, sedangkan syuting live action melibatkan aktor seperti Messi Gusti, Luthesa, Rio Dewanto, dan lainnya.

Mencoba Meniru Gaya George Lucas

Upie mengungkapkan keinginannya untuk membuat film yang sukses seperti karya-karya George Lucas, terutama “Star Wars”. Ia dan tim fokus pada proses kreatif, termasuk desain karakter dan pengembangan teknologi. Setiap karakter memiliki cerita unik, sehingga film ini akan lebih menarik bagi penonton.

Untuk mengembangkan teknologi, Upie mengambil inspirasi dari cara kerja sutradara Kanada, James Cameron. Ia menilai bahwa teknologi seharusnya mendukung kreativitas, bukan sebaliknya. Dalam industri film, perusahaan seperti Disney dan Pixar juga menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas produksi.

Proses Produksi yang Memakan Waktu

Hingga saat ini, tanggal rilis film “Pelangi di Mars” belum ditentukan karena proses produksi masih berlangsung. Upie berkomitmen untuk menyelesaikan film ini meski prosesnya cukup panjang. Ia mengaku menikmati setiap langkah dalam pembuatan film, tanpa terlalu khawatir tentang dampak sukses atau tidaknya film ini.

Dari segi distribusi, Upie menyatakan bahwa teknologi yang dikembangkan dapat digunakan untuk berbagai platform. Infrastruktur stereoskopi film, termasuk IMAX, sudah siap. Namun, saat ini pihaknya belum fokus pada rencana distribusi, tetapi teknologi sudah dalam kondisi siap digunakan.

Fokus pada Kualitas dan Dampak

Produser film, Dendy Reynando, mengatakan bahwa target tanggal tayang masih dalam proses persiapan. Ia menekankan bahwa film ini akan dirancang sebagai film keluarga yang menarik. Dengan teknologi yang dibuat sendiri, proses produksi bisa lebih efisien tanpa mengurangi kualitas.

Dendy menyatakan bahwa ia akan terus mendukung Upie meskipun ada risiko kerugian kecil. Tujuan utamanya adalah menciptakan dampak besar melalui film ini. Tolok ukur keberhasilan adalah jumlah penonton yang hadir.

Sinopsis Film “Pelangi di Mars”

Film “Pelangi di Mars” berlatar tahun 2090, ketika persediaan air di Bumi sudah sangat terbatas. Perusahaan Nerotex memonopoli pasokan air bersih. Pelangi, diperankan oleh Messi Gusti, adalah gadis 12 tahun pertama yang lahir dan tumbuh di Mars. Ia tinggal sendirian di planet ini setelah ibunya, Pratiwi (diperankan oleh Luthesa), pergi. Rio Dewanto memerankan karakter Banyu, pasangan Pratiwi. Film ini menawarkan kisah tentang kehidupan di Mars dan perjuangan untuk bertahan hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *