Laptop Chromebook Sulit Dioperasikan, PAUD-TK di Banda Aceh Kesulitan Mengetik

Diposting pada

Penggunaan Laptop Chromebook di Sekolah-sekolah Banda Aceh Mulai Berkurang

Banyak lembaga pendidikan di Banda Aceh, seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK), kini tidak lagi menggunakan laptop Chromebook. Perangkat ini sebelumnya diberikan oleh pihak berwenang sebagai bantuan dalam mendukung proses pembelajaran. Namun, kini banyak sekolah mengalami kesulitan dalam mengoperasikannya.

Laptop Chromebook adalah perangkat yang dirancang dengan sistem operasi Chrome OS. Tujuan utamanya adalah untuk penggunaan harian yang lebih fokus pada aplikasi web dan penyimpanan data secara cloud. Kelebihannya termasuk kemudahan penggunaan, keamanan tinggi, serta pembaruan otomatis yang terjadwal. Meskipun demikian, beberapa guru dan pengelola sekolah mengeluhkan ketergantungan perangkat ini terhadap koneksi internet.

Kepala PAUD Putroe Lambilek, Miranda Kardilla, SPd, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah tidak lagi menggunakan laptop tersebut karena kesulitan saat mengoperasikannya. Menurutnya, ketergantungan pada koneksi internet membuat perangkat ini kurang efektif dalam beberapa kebutuhan dasar. Misalnya, untuk membuat dokumen atau presentasi sederhana seperti Microsoft Word atau PowerPoint, perlu adanya koneksi internet dan alternatif seperti Google Docs.

“Mengetik atau membuat Power Point agak susah, pokoknya ini laptop hanya digunakan online,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa saat awal pemberian pada tahun 2021 lalu, perangkat ini sempat digunakan untuk kegiatan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Namun, seiring waktu, para guru lebih memilih menggunakan perangkat mobile karena fleksibilitasnya.

Hal serupa juga dialami oleh Kepala TK Permata Sunnah, Anna Fauza Jailani, SPd, MPd. Menurutnya, pihak sekolah sama sekali tidak menggunakan laptop tersebut karena kesulitan dalam pengoperasian. Meski sekolah sangat membutuhkan perangkat ini, khususnya untuk administrasi dan kegiatan belajar mengajar, perangkat tersebut justru tidak bisa dimanfaatkan.

“Tidak terpakai sama sekali, bahkan di sekolah kami itu yang paling bisa mengoperasikan laptop saya, tapi tidak bisa gunakan sama sekali,” katanya. Ia juga menyebut bahwa meskipun sudah menggunakan akun belajar ID, fitur seperti Microsoft Word tidak bisa dioperasikan, apalagi untuk mencetak surat-menyurat. “Karena tidak bisa dipakai sama sekali, ya sudah, jadi barang tidak bisa dipakai (teronggok),” tambahnya.

Namun, tidak semua sekolah mengalami masalah yang sama. Kepala TK Al Kawanad, Ridha Mika Meluza, mengaku sangat terbantu dengan adanya bantuan laptop Chromebook. Sampai saat ini, ia masih menggunakan perangkat tersebut dalam kegiatan mengajar dan administrasi. “Terbantu untuk saya mengajar, administrasi, kemudian dipakai untuk audio visual karena dapat infokus, hari-hari pakai itu,” ujarnya.

Menurut Ridha, laptop Chromebook sangat efektif karena langsung terhubung dengan produk Google. Namun, ia juga mengakui adanya kekurangan, yaitu ketidakmampuan perangkat ini bekerja tanpa koneksi internet. “Untuk pemakaian, setiap hari. Anak-anak menonton pakai Chromebook, kemudian hari-hari buat administrasi dan kelengkapan berkas lain saya juga pakai itu,” tutupnya.

Sebagai informasi, kasus penyidikan program penyaluran 41.703 unit Laptop Chromebook dari Kemendikbudristek ke berbagai daerah memasuki fase baru. Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka dan menahan mantan Konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arif. Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019-2024, Nadiem Makarim, sudah dua kali diperiksa dalam kasus tersebut.