Teknologi Blockchain, Ini Pandangan Perencana Keuangan tentang Bitcoin

Diposting pada

Perdebatan Mengenai Status Cryptocurrency di Kalangan Finansial dan Syariah

Cryptocurrency, termasuk Bitcoin, terus menjadi topik yang memicu perdebatan baik dari sudut pandang keuangan maupun hukum syariah. Sebagai mata uang digital pertama yang lahir pada tahun 2009, Bitcoin menggunakan teknologi blockchain untuk memungkinkan transaksi langsung antar pengguna tanpa perlu melalui pihak ketiga seperti bank.

Jumlah maksimum Bitcoin terbatas hingga 21 juta unit, dan nilai tukarnya sangat rentan terhadap fluktuasi pasar. Awalnya dirancang sebagai alat tukar, saat ini Bitcoin lebih sering digunakan sebagai aset investasi digital. Namun, tidak semua ahli finansial menilai cryptocurrency sebagai instrumen investasi konvensional.

Bareyn Mochaddin, seorang perencana keuangan, menggambarkan Bitcoin dan koin lainnya sebagai komoditas berisiko tinggi. Ia menyatakan bahwa risiko dalam investasi crypto jauh lebih besar dibandingkan produk keuangan lainnya. Oleh karena itu, ia tidak merekomendasikan cryptocurrency sebagai pilihan investasi bagi masyarakat umum.

Menurut Bareyn, cryptocurrency memerlukan pemahaman yang mendalam dan kemampuan manajemen risiko yang tinggi. “Ini cukup advance untuk ditransaksikan,” ujarnya. Selain itu, dia menekankan bahwa banyak jenis cryptocurrency tidak memiliki prospek jangka panjang yang jelas. Hanya beberapa koin utama seperti Bitcoin dan Ethereum yang dianggap memiliki landasan kuat dari sisi teknologi dan pasar.

Pandangan Hukum Syariah Terhadap Cryptocurrency

Dari perspektif hukum Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan fatwa bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai alat tukar hukumnya haram. Fatwa ini dikeluarkan pada tahun 2021 dengan alasan-alasan seperti:

  • Mengandung gharar (ketidakpastian)
  • Potensi dharar (kerugian sepihak)
  • Melanggar Undang-Undang Mata Uang No. 7 Tahun 2011
  • Harga yang sangat fluktuatif dan tidak stabil

Namun, MUI tetap membuka ruang bagi penggunaan cryptocurrency sebagai komoditas atau aset digital selama memenuhi prinsip-prinsip syariah. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain:

  • Memiliki manfaat yang jelas.
  • Didukung oleh underlying asset.
  • Transaksi dilakukan dengan adil dan transparan.
  • Bebas dari unsur gharar, qimar (judi), dan riba.
  • Dapat dimiliki dan diserahkan secara sah.

Kejelasan Aset Dasar dan Teknologi Blockchain

Bareyn juga mengingatkan bahwa kejelasan aset dasar (underlying asset) dari sebagian besar cryptocurrency masih diragukan. “Crypto itu tidak punya underlying asset yang jelas. Itu yang menjadi pertanyaan besar,” tambahnya.

Meski teknologi blockchain dan konsep smart contract sering digunakan sebagai alasan oleh para pendukung kripto, Bareyn menilai hal tersebut belum cukup untuk menjamin transparansi dan keamanan aset digital tersebut.

Ia menyarankan agar masyarakat mempelajari lebih dahulu teknologi dan risiko di balik cryptocurrency sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Ia memberikan ilustrasi bahwa investasi yang terlihat menguntungkan bisa saja membawa risiko yang tidak sebanding.

“Kalau kita punya Rp1 juta tahun 2010 bisa saja jadi Rp2 miliar sekarang kalau diinvestasikan di Bitcoin, tapi itu bukan jaminan masa depan,” kata dia.